Thursday, May 30, 2013

cinta 1 april

cinta 1 april

Cerpen Aries Rabu

IAN, gadis belia yang  masih duduk di bangku SMA kelas satu. Parasnya ayu, rambutnya lurus, menjadi mahkota pemikat sang arjuna. Kulit sawo matang  membuatnya tampak sebagia orang Flores asli. Bibirnya meronan nan buah delima. Bola matanya bening bagaikan permata. Ia tampak cantik dengan gaun yang dikenakanya.

Itulah Ian, nama  yang  ku dengar dari mama asuhku, ketika ku melihat gambar yang ada di ponselnya. Mama dia orang mana? Tanya ku. Dia orang dari kampung ini. Jawab mama. Kok saya tidak pernah lihat, padahal sudah empat hari saya berada di sini. Tanya ku lanjut. Lalu jawab mama, dia masih di Ende, mereka baru mulai libur besok.  Jadi besok dia akan ke sini. Aku sangat senang mendengarnya. Aku bisa bertemu dan berbincang-bincang denganya nanti.

Tatapanku kosong, pikiranku diselimuti oleh gadis yang ku lihat di ponsel tadi. Hembusan angin yang menghampir telinga hanya mebawa nama Ian. Sehingga aku tak lagi menghiraukan mama yang asik bercerita bersama bapak dan Prima. Melihat tatapanku yang kosong dan penuh kayalan, serentak mereka berteriak "Woe". Aku terkejut dan dengan spontan ku bertanya "mana Ian?". Hahahahhaha, terbahak-bahak mereka menertawaiku. Untuk menutupi kemaluanku. Aku turut tertawa bersama-sama dengan mereka.

Setelah tawaria itu. Aku bertanya "kenapa kamu bertiga tertawa terbahak-bahak, apakah pertanyaanku tadi begitu lucu? Sudah tau kok nanya. Jawab mereka. Aku tersenyum sendiri. Tapi aku senang karena di hari ini aku sudah membuat mereka ketawa. Dalam sebauh tulisan bijak yang pernah ku baca,, bunyinya `sekali ketawa usia bertambah'. Jadi usia mereka di hari in telah bertambah. Tapi aku tak mau terus membuat mereka tertawa, nanti keburu tua dan akhirnya mati. Pikir jailku.

Waktu terus bergulir. Sang surya kembali ke peraduaanya. Sang rembulan menyonsong kegelapan. Bintang-bintang bertaburan di angkasa, menerangi bumi dan menghiasi langit. Yang memeberi kepastian adanya kecerahan di malam ini. Desiran angin malam menyusuri cela-cela dinding yang terbuat dari pelupu. Lalu masuk menerobosi tubuhku melalui pori-pori. Mengusikku yang lagi asik bercandaria bersama bapak, mama dan Prima serta Desta.

Namun suasana semakin damai tat kala keceriaan kami ditemanai jagung  goreng yang masih hangat, yang disiapkan oleh mama sepuluh menit yang lalu. Di malam ini sengaja televisi tidak dibukakan, agar suasana kebersamaan kami lebih berasa. Dan  HP pun dimatikan sehingga kami benar-benar terbawah oleh pertemuan ini. Kami semua berpartisispasi dalam kebersamaan ini. Berbagi pengelaman dan kisah lucuh yang pernah dibuat atau dirasakan pada masa lalu.

Bapak yang memeulai cerita, kemudian disusul mama lalu Prima. Aku dan Desta hanya menyumbangkan tawa.
Jam bundar yang bergantung di dinding bagian kiri, telah menunjukan pukul 08.30. Jagung goreng yang disajikan mama, kini telah ludes dilahap. Aku memegang perutku, pertanda masih ada ruang kosong yang belum terisi. Lalu mama bertanya padaku

"Abu, perut kamu kenapa, masih lapar ya?" Lalu candaku sambil tertawa, hmmmm kastau ngga ya? Hahahaaha. Mama memukul manja aku, dan kemudian bersamaku berjalan menuju dapur, meninggalkan bapak, Prima dan Desta yang masih tertawa, karena ulahku. Mama menyiapkan nasi, sayur dan ikan panggang di meja. Sedangkan saya menyiapkan piring dan pasangannya yakni gelas dan senduk serta peralatan makan lainnya yang akan digunakan kami berlima.

Setelah menyiapkan semua, satu per satu bangkit berdiri menuju meja perjamuan. Bapak memimpin kami menuju kesana. Sehabis mengambil makanan sesuai dengan porsi masing-masing, kami kembali ke pesisi duduk semula. Semuanya siap disantap.

Namun tidak mengurangi rasa syukur kepada Tuhan Yang Mahaesa, yang telah memberikan kami kehidupan serta makanan secara cuma-cuma, Prima memimpin kami dalam doa perjamuaan. Dia lah yang paling kakak dari saya dan desta. Sehingga ia pantas memeimpin kami dalam doa. Doa pun selesai. Ucapan selamat makan terlontar dari setiap mulut. Lalu seduk yang dipenuhi nasi dan kawan-kawananya diiring menuju ke mulut. Dan melahap muatan yang ada padanya.

Sambil menyelam, minum air. Pepatah yang mengajak kita untuk tidak hanya melakukan satu aktivitas saja. Oleh karena itu sambil makan kamipun bercerita dan merencanakan kegiatan untuk hari esok.  Salah satu perencanaan kegitaan yang akan dilakukan besok adalah pergi ke pantai. Karana bapak sukanya memancing, maka kamipun setuju. Piring telah tak terisi, makan yang ada sudah dihabiskan. Saatnya mengakhiri perjamuan dengan memanjatkan doa pada Dia yang telah menemani kami dalam perjamuan ini, seraya memeohon perlindungan dalam tidur nanti. Kini saya yang dipercayakan untuk mengakhirinya. Sayapun menjalankan apa yang telah dipercayakan.

                            ***
Hari ini adalah hari rabu. Cuacanya sangat bersahabat, mendukung perencana kami semalam. Bapak mempersiapkan peralatan yang akan dibawa, aku dan Prima mempersiapkan bekal untuk dibawa nanti. Sedangkan mama dan Desta memilih untuk tidak ikut bersama kami ke pantai. Sekitar pukul  08.00 kami berangakat dengan berjalan kaki. Jalan dari rumah ke pantai sekitar 5 km, namaun enaknya  jalan kesana itu menurun.

Sehingga tidak terlalu menguras tenaga. Waktu yang diperlukan sekiatar 30 menit. Maka pukul 09.30 kami sudah di pantai. Bebatuan memadati pesisir pantai sehinga pasir pun sedikit yang kelihatan dan ombak di pantai selatan begitu besar tak seperti di pantai utara yang lautnya agak tenang.

Namun panorama di pesir pantai begitu indah. Desiaran ombak mengingatkan aku akan gadis yang ada di hp mama. Di bawah rumah kecil tempat perahu berparkir. Ku mengambil daun kelapa yang berada disapingnya, lalu membentangkan di bawah rumah kecil yang beratapkan daun kelapa. Ku membaringkan badanku di atas dedaunan kelapa ini. Kembali si kulit sawo matang itu memikat pikiranku. Kata mama hari ini ia akan datang. Jadi ditemani angina pantai ku memasang siasat untuk bertemu denganya.

Sore pun menjemput kami. Sekitar jam 03.30 aku mengajak bapak dan Prima untuk pulang. Mereka menuruti permintaanku. Lalu kami pulang dengan membawa hasil pancingan bapak. Sesampainya di dekat jalan raya, kami mennggu oto yang sedang dalam perjalanan menuju ke kampung. Pikiranku kembali tertuju pada gadis itu. Oto pun tiba dihadapan kami. Ada penumpang yang turun di situ.

Lalu kami bertiga menumpang dengan oto itu menuju ke kampung. Ada sepuluh orang penumpang selain kami. Di bangku bagian depanku ada tiga cewek, duanya berbadan besar dan kelihatan lebih tua dariku. Sedangkan yang satunya lagi berbadan kecil. Rambutnya lurus, sesekali hembusan angina mengocar-ngacirkan rambutnya.  Jalan berlubang mebuat oto teroleng. Dan gadis berbadan kecil yang berada di hadapanku turut teroleng dan hampir terjatuh,  tetapi karena kecekatanku ia pun tak jadi jatu, ku menahan kedua pundaknya.

Oh Tuhan inilah dia gadis yang menghantui pikiranku, yang ada di HP mama. Terimah kasih Tuhan Engkau telah mempertemukan kami. Ia mengucapakan terima kasih, sembari menyodorkan tangan kanannya, lalu bersalaman dan berkenalan. Ian, Abu. Jantungku berdetak kencang. Tak menyangka hal ini akan terjadi. Tangannya begtu lembut selembut suaraanya. Beberapa menit kemudian kami tiba di kampung,  lalu bergegas turun dari oto dan menuju ke rumah masing-masing.

Rumah Ian dan saya berdekatan. Sehingga setiap hari kami saling berjumpa dan berbagi cerita bersama. Dari kebersaman ini timbul perasan untuk memilikinya. Namun aku tak berani mengungkapkannya. Tetapi setelah lima hari ku memendamkan perasaanku, saya memberanikan diri untuk menyatakan cinta padanya. Dengan penuh kegirangan ia menerima cintaku. Aku begitu bahagia.

Sekalipun hari ini juga kami akan dipisahkan oleh tempat dan waktu, dia ke Ende dan aku ke Maumere, namun aku tetap percaya akan cinta yang bersemi di antara kami.
Seiriing berjalanya waktu, aku tersadar bahwa aku mengungkapkan perasan cintaku padanya di hari tipu yakni Senin, 1 April 2013.

Maka pikirku; ia menerimaku mejadi pacarnya hanyalah tipuan dan perasaan cintaku padanya dianggap tipuan saja. Lalu ku menghubunginya sekedar membuktikan apa yang ku pikiran. Aku menelfonya. Ia mejawab panggilan ku. Namun baru sekata ku ucapkan "halo", ia lalu menyambungnya, kak apa yang ku katakan kemarin jangan disimpan di hati ya. Sebab itu hanya iseng saja. Kan kemarin hari tipu. Dengan perasaan yang tak menentu, ku menjawab, `ia, kakak juga hanya iseng. Namu yang sesungguhnya hatiku teriris akan perkataan itu. Aku tak rela kehilangannya. *
Puncak Scalabrini, April 2013.

Editor : alfred_dama
Sumber : Pos Kupang

No comments:

Post a Comment